Ambon - Kendati Walikota Ambon sudah menetapkan tarif angkot pasca kenaikan BBM, ternyata masih ada sopir angkot pada trayek tertentu yang memberlakukan tarif ilegal. Sopir-sopir yang memberlakukan tarif ilegal tersebut diantaranya trayek IAIN dan Waiheru.
Sesuai Keputusan Walikota Ambon Nomor 646 Tahun 2014 tentang Penyesuaian Tarif Angkutan Jalan Untuk Penumpang Umum Kelas Ekonomi di Kota Ambon, tarif trayek IAIN ditetapkan sebesar Rp 3.500 untuk penumpang umum, sementara untuk penumpang pelajar/mahasiswa sebesar Rp 2.000.
Kendati begitu, fakta di lapangan menunjukan tarif trayek IAIN diber­lakukan sebesar Rp 4.000 untuk pe­numpang umum sementara untuk pe­numpang pelajar/mahasiswa sebe­sar Rp 2.000. Hal ini membuat pengguna jasa angkot trayek IAIN resah.
Keresahan pengguna jasa angkot trayek IAIN juga bertambah, karena ternyata masih ada angkota yang tidak mau beroperasi.
Salah satu warga kawasan IAIN, Wa Sumi mengeluh dengan tinda­kan yang dilakukan para sopir ang­kot IAIN  yang mana mereka menai­kan tarif angkot secara sepihak.
“Saya resah dengan ulah para sopir angkot IAIN karena mereka menaikan tarif seenaknya saja padahal ketentuan itu sudah ada yang mana  kita harus membayar Rp 3.500 tetap saat kita bayar dengan uang pecahan Rp 5.000 ternyata mereka hanya mengembalikan  Rp 1.000,” ungkap Wa Sumi kepada Siwalima, Jumat (21/11).
Wa Sumi juga mengatakan, bukan saja  berlaku pada umum tetapi juga para mahasiswa dan pelajar harus membayar tarif Rp 3.000.
“Para mahasiswa dan pelajar yang mengunakan angkot IAIN juga harus membayar tarif Rp 3.000 padahal keputusan walikota sudah jelas ha­nya Rp 2.000. Itu sama saja dengan para sopir angkot menyusahkan masyarakat terkhususnya orang tua yang punya anak duduk di bangku sekolah maupun kuliah,” katanya.
Ia juga meminta kepada Dishub Kota Ambon untuk melakukan peng­awasan kepada para sopir angkot untuk menberlakukan tarif ilegal, dan jika ditemukan maka maka izin trayek harus dicabut.
“Saya minta kepada Dishub Kota Ambon untuk turun ke terminal guna melihat tindakan yang dilaku­kan sopir angkot yang seenaknya menaikan tarif angkot tanpa memi­kirkan masyarakat,” jelasnya.
Senada dengan Wa Sumi, pelajar SMAN 11 Santi Latuconsina juga me­ngaku harus membayar tarif angkot IAIN sebesar Rp 3.000 dan jika tidak membayar seperti yang ditentukan sopir angkot maka tidak akan diangkut.
“Kami dipaksakan untuk mem­bayar tarif Rp 3.000. Jika tidak maka maka sopir tidak mengangkut kami. Akhirnya kami terpaksa bayar sebesar itu. Apalagi banyak angkot yang tidak beroperasi pasca ke­naikan BBM,” ungkap Latuconsina.
Dikatakan, setiap ada kenaikan harga BBM, maka sopir angkot sering berulah seperti ini. Bahkan terkadang pelajar dan mahasiswa sering tidak diangkut.
“Kami juga seringkali merasa resah dengan sikap sopir angkot IAIN. Terkadang saat mereka tidak mau mengangkut pelajar. Mereka lebih mementingkan penumpang umum. Itu yang buat kami resah dan juga kadang-kadang meminta bayaran tarif tinggi,” katanya.
Sementara itu, salah satu sopir angkot trayek IAIN, Jufri Ohorella mengatakan, dalam menaikan tarif angkot maka pemkot harus melihat jarak tempuh dan karakteristik wilayah sehingga tidak merugikan sopir angkot.
“Kami juga tidak tahu nasib kami seperti apa sebab kenaikan tarif hanya 15 persen itu tergolong kecil apalagi belum ditambah dengan besaran uang setoran juga dinaikan maka kita mau makan apa,” ungkap Ohorella kepada Siwalima di Ambon, Jumat (21/11).
Ohorella juga mengatakan, para sopir angkot trayek IAIN terpaksa menaikan harga secara sepihak karena jika tetap bertahan dengan tarif Rp 3.500 maka tidak akan mencukupi uang setoran.
“Jika kita ikut aturan itu maka untuk uang setoran dan BBM saja tidak cukup lagi pula saat ini untuk uang Rp 500 sudah jarang ditemukan sehingga digenapkan menjadi Rp 4.000,” katanya.
Ia menambahkan, trayek IAIN sama dengan beberapa trayek lain­nya yang memiliki karakteristik jalan tanjakan. “Trayek yang berkarak­teristik tanjakan itu seharusnya tarifnya besar karena sangat boros BBM,” jelasnya.
Nina Tualeka, warga IAIN juga mengaku resah dengan adanya kenaikan tarif angkot secara sepihak oleh para sopir.
“Saat saya menggunakan jasa angkot IAIN, mereka tagih tarifnya Rp 4.000 padahal yang ditetapkan ha­nya Rp 3.500, ,” ujar Tualeka, ke­pada Siwalima, di Ambon,  Jumat (21/11).
Jika hal ini dibiarkan terus terjadi, kata Tualeka, maka tentunya mas­yarakat yang merupakan pengguna jasa angkot akan dirugikan.
Tindak Tegas
Bukan hanya pada trayek IAIN, namun warga pengguna jasa angkot trayek Hunuth juga resah dengan tarif ilegal yang diberlakukan para sopir.
“Sebelum kenaikan harga BBM, tarif angkot sebesar Rp 3.800 namun ketika dibayarkan Rp 4.000 tak lagi dikembalikan sisanya Rp 200 namun ketika tarif angkot dinaikan 15 persen dan ditetapkan tarif angkot sebesar Rp 4.100 justru tak diterima oleh segelintir sopir. Mereka juga memungut tarif Rp 5.000,” jelas pengguna jasa angkot trayek Hunuth Rusni Latuconsina kepada Siwalima di Ambon, Jumat (21/11).
Latuconsina sangat menyesalkan tindakan para sopir angkot tersebut. “Ini sangat tidak masuk akal, padahal apa yang sudah ditetapkan oleh walikota itu sudah sesuai tetapi kenapa masih ada keinginan sege­lintir sopir yang ingin menaikan tarifnya secara sepihak. Ini harus disikapi serius oleh Walikota Ambon bila perlu ditertibkan saja,” ungkapnya.
PNS Pemprov Maluku yang juga warga Desa Waiheru ini mengaku saat dirinya menumpangi angkot dari Waiheru menuju ke pusat kota ternyata dirinya ditagih tarif Rp 5.000.

  “Saya ditagih tarif Rp 5.000 padahal saya sudah miliki itikad baik untuk membayar tarif Rp 4.500. Ini kan sudah kelewatan sekali dan harus ada sanksinya. Kami minta an­caman untuk menarik izin trayek itu harus benar-benar dilakukan pemkot agar ada efek jera bagi para sopir angkot,” tandasnya. (S-40/S-16) 

Sumber :
www.siwalimanews.com

0 Response to " "

Post a Comment